1. Apa
itu autisme?
Autisme adalah
gangguan perkembangan kompleks yang gejalanya harus sudah muncul sebelum anak
berusia 3 tahun. Gangguan neurologi pervasif ini terjadi pada aspek
neurobiologis otak dan mempengaruhi proses perkembangan anak. Akibat gangguan
ini sang anak tidak dapat secara otomatis belajar untuk
berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga ia
seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri.
2. Apa
saja gejalanya?
Gejala individu
autistik yang harus muncul (salah satu atau kesemuanya) adalah gangguan
interaksi kualitatif, gangguan komunikasi yang tidak diusahakan diatasi dengan
kemampuan komunikasi non-verbal, dan perilaku repetitif terbatas dengan pola
minat, perilaku dan aktifitas berulang.
3.
Bagaimana mendiagnosa autisme?
Walaupun tidak
ada satu tes khusus yang tersedia untuk mendiagnosa gangguan perkembangan ini,
melalui observasi kriteria-kriteria spesifik dapat ditegakkan satu diagnosa
konsensus.
4. Siapa yang berwenang menegakkan diagnosis bahwa
seseorang itu autistik?
Apakah seseorang dapat dinyatakan sebagai individu autistik atau tidak,
ditentukan melalui tahapan wawancara mendalam dengan orang-orang yang mengasuh
anak dan paham akan perkembangan anak di tiga tahun pertama kehidupannya,
observasi serta interaksi dengan anak tersebut.Dokter dan psikolog biasanya adalah profesi-profesi yang dijadikan ujung
tombak penanganan individu autistik. Profesi lain seperti guru, terapis, maupun
pihak saudara, serta orangtuanya sendiri dan anggota masyarakat umum memegang
peranan penting dalam memberikan data mengenai kondisi anak sehari-hari secara
detil.
5. Apa penyebab autisme?
Sampai saat ini, apa yang menjadi penyebab gangguan spektrum autisme ini
belum dapat ditetapkan. Negara-negara adikuasa yang sanggup melakukan
penelitian menyatakan bahwa penyebab gangguan perkembangan ini merupakan
interaksi antara faktor genetik dan berbagai paparan negatif yang didapat dari
lingkungan.
6. Apa
saja penanganan yang tersedia bagi individu autistik di Indonesia?
Berbagai terapi
terbukti membantu meningkatkan kualitas hidup individu autistik. Penanganan
yang sudah tersedia di Indonesia antara lain adalah terapi perilaku, terapi
wicara, terapi komunikasi, terapi okupasi, terapi sensori integrasi, pendidikan
khusus, penanganan medikasi dan biomedis, diet khusus. Penanganan lain seperti
integrasi auditori, oxygen hiperbarik, pemberian suplemen tertentu, sampai
terapi dengan lumba-lumba juga sudah tersedia di beberapa kota besar.
7. Apa
saja kemungkinan pendidikan bagi mereka?
Individu
autistik tidak berbeda dengan individu lain non-autistik. Artinya, kecerdasan
setiap individu sangat bervariasi.. Karena tingkat kecerdasan setiap individu
berbeda, intensitas gejala autistik yang ada pada setiap individu juga tidak
sama, maka kemungkinan pendidikan bagi individu autistik bervariasi dari ‘bisa
mencapai pendidikan setinggi-tinggi mungkin’, sampai ‘tidak bisa dididik tetapi
hanya dapat dilatih saja’.Setiap individu
berbeda.
8.
Bagaimana prognosa bagi individu autistik?
Prognosa dan hasil
akhir tergantung banyak aspek, antara lain: jumlah dan intensitas gejala, usia
deteksi, jenis dan intensitas penanganan, serta peranan orang tua dalam
generalisasi penanganan ke dalam kehidupan sehari-hari. Hasil akhir penanganan,
tidak dapat diprediksi karena merupakan interaksi banyak sekali faktor. Penanganan merupakan perjuangan panjang
dan perlu kerja keras tak terputus sebelum memberikan hasil yang efektif
efisien.
9. Adakah kemungkinan bagi individu autistik untuk
“sembuh”?
Karena autisme merupakan gangguan perkembangan dan bukan suatu penyakit,
penggunaan istilah “sembuh“ menjadi kurang tepat. Yang lebih tepat adalah bahwa
individu autistik dapat ditatalaksana agar bisa berbaur dengan individu lain di
masyarakat luas semaksimal mungkin, dan pada akhirnya dapat beradaptasi dengan
berbagai situasi yang juga dihadapi orang lain pada umumnya.
10.
Apakah penggunaan istilah ‘penderita autisme’ sudah tepat?
Istilah
‘penderita’ untuk menggambarkan masing-masing anak, jelas kurang bijak.
Anak-anak ini tidak sedang menderita. Lebih bijak bila kita mengacu pada
‘perbedaan individual’ setiap anak dan pada akhirnya atas dasar melihat
ciri-ciri unik setiap anak tersebut kemudian menyebut mereka sebagai ‘individu
autistik’.
11. Ada
berapa orang individu autistik di Indonesia saat ini di tahun 2008?
Indonesia belum
pernah melakukan survei berkaitan dengan jumlah individu autistik, karena
alasan biaya dan tenaga kerja. Akibat belum dilakukannya survei tersebut, tentu
saja kita tidak bisa memastikan berapa jumlah prevalensi individu autistik di
Indonesia. Belum ada satu pun lembaga resmi di Indonesia yang memiliki angka
prevalensi kejadian individu autistik di Indonesia di tahun 2008 sesuai fakta
di lapangan.
12.
Apakah betul terjadi peningkatan jumlah individu autistik?
Di Amerika,
Inggris, Australia, pemerintah setempat sudah melaksanakan survei untuk
mengetahui jumlah individu autistik dari tahun ke tahun. Di Indonesia,
indikator peningkatan baru dapat diperoleh dari catatan praktek dokter – yang
dari menangani 3-5 pasien baru per tahun, kini menangani 3 pasien baru setiap
hari dan itu pun dibatasi – dan catatan penerimaan siswa di sekolah-sekolah.
Sulit mendapatkan angka di Indonesia mengingat bahwa belum ada sensus secara
resmi, belum meratanya diagnosis bagi anak-anak ini, dan keengganan sebagian
orangtua mengakui bahwa putra/i-nya adalah individu autistik.
13. Di
keluarga saya tidak ada yang autistik, jadi kami sebaiknya berbuat apa?Mengetahui
adanya gangguan perkembangan dan memahami ciri khas mereka ini akan sangat
membantu individu autistik dan keluarganya dalam beradaptasi dengan lingkungan
masyarakat umum.
14. Apa yang keluarga dengan anak autistik
harapkan dari masyarakat dan lingkungan?
Keluarga dengan individu autistik sejak anak masih balita sudah mengalami
banyak kesulitan dalam kehidupan sehari-hari, penyesuaian, menghadapi tuntutan
masyarakat. Tingginya biaya penanganan dan sulitnya mendapatkan kesempatan
pendidikan juga merupakan tekanan bagi orangtua.Keluarga sangat mengharapkan lingkungan dan masyarakat dapat bersikap lebih
empatik terhadap perjuangan mereka mendapatkan kehidupan yang lebih baik bagi
anak-anaknya, memahami kesulitan mereka, sehingga tidak mengolok-olok perilaku
individu autistik atau menyalahkan orangtua bila individu autistik bersikap
tidak seharusnya.
Semua orang tidak pernah meminta untuk dilahirkan, apalagi dilahirkan
sebagai individu autistik. Semua orangtua mengharapkan anaknya lahir sempurna,
tetapi ketika putra/i-nya ternyata tidak sempurna, orangtua juga tidak bisa
berbuat lain selain melanjutkan kehidupan sebaik mungkin. Keluarga dengan
individu autistik membutuhkan pengertian dan kesempatan, bukan belas kasihan
ataupun umpatan.