Di Indonesia epilepsi dikenal dengan
berbagai nama, diantaranya ‘ayan’, ‘sawan’, atau ‘celeng’. Namun
penanggulangannya masih belum adekuat. Ini karena masyarakat masih menganggap
epilepsi sebagai akibat kekuatan gaib, kutukan atau kesurupan, sehingga banyak
penderita epilepsi tidak dibawa kedokter. Epilepsi juga dikaitkan dengan
gangguan mental atau intelegensia rendah. Anak dengan epilepsi sering tidak
atau keluar sekolah karena mendapat serangan kejang.
Padahal sebagian besar penderita epilepsi
dapat bersekolah, bahkan bekerja dan hidup bahagia apabila serangan epilepsi
dicegah. Jika kita berasumsi Indonesia memiliki prevalensi yang sama dengan
negara lain semisal Australia, yakni 5-10 per 1000 penduduk, minimal terdapat
1.000.000-2.000.000 orang dengan epilepsi. Kedaan ini akan terus meningkat dan
menimbulkan masalah sosial kecuali bila penanganan terus dilakukan.
Apa yang disebut epilepsi?
Kata epilepsi berasal dari kata Yunani epilambanein
yang kurang lebih berarti “sesuatu yang menimpa seseorang dari luar hingga
ia jatuh”. Kata tersebut mencerminkan bahwa serangan epilepsi bukan akibat
suatu penyakit, akan tetapi disebabkan oleh sesuatu di luar badan si penderita
yakni kutukan oleh roh jahat atau setan yang menimpa penderita. Dewasa ini
epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan atau terhentinya fungsi otak
secara periodik yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan muatan listrik secara
berlebihan dan tidak teratur oleh sel-sel otak dengan tiba-tiba, sehingga penerimaan
dan pengiriman impuls antara bagian otak dan dari otak ke bagian lain tubuh
terganggu.
Faktor-faktor penyebab
serangan epilepsi
Pelepasan muatan listrik sel-sel otak yang
berlebihan dan tidak teratur tersebut disebabkan oleh terganggunya keseimbangan
kimiawi sel-sel otak. Keseimbangan zat-zat kimiawi ini dapat terganggu oleh
berbagai faktor, diantaranya faktor yang mempengaruhi janin, kesukaran pada
waktu lahir, cedera pada sel otak, radang otak atau selaput otak, tumor otak,
atau kelainan bawaan dan hormonal. Belum dapat dijelaskan mengapa gangguan
keseimbangan kimiawi terjadi sewaktu-waktu saja dan mengapa pada seseorang
dapat terjadi serangan dan pada orang lain tidak. Pada sebagian penderita epilepsi
tidak ditemukan faktor-faktor penyebab. Epilepsi demikian disebut epilepsi primer
atau idiopatik.
Peranan faktor genetik perlu
dipertimbangkan dalam terjadinya serangan epilepsi.Yang diturunkan ialah ambang
kejang rendah atau faktor genetik lain predisposisi yang mungkin mempengaruhi
kecenderungan, durasi dan intensitas serangan epilepsi. Seorang dengan ambang
kejang rendah mempunyai risiko lebih besar mengalami serangan epilepsi
dibanding orang dengan ambang kejang normal. Lebih dari separuh penderita
epilepsi mendapat serangan pertama di bawah usia 18 tahun. Berbagai keadaan dapat
mencetuskan serangan pada orang yang menderita epilepsi, yakni diantaranya
ialah demam, kurang tidur, tekanan jiwa, emosi berlebihan, haid,minuman keras
dan lain-lain.
Jenis Serangan Epilepsi
Epilepsi
dapat menjelma sebagai serangan yang sifatnya tergantung pada fungsi bagian
otak yang terkena, termasuk jalur-jalur dalam susunan saraf pusat yang
dilampaui oleh lepas muatan listrik abnormal. Dengan demikian serangan dapat
berupa serangan kejang seluruh badan disertai kehilangan kesadaran (grand
mal), dapat berupa serangan kejang salah satu anggota badan tanpa
kehilangan kesadaraan (epilepsi fokal), serangan seperti melamun (petit mal,
absence, lena),serangan kejang otot-otot (mioklonik),serangan gerakan
otomatis tanpa disadari, halusinasi pengecap dan bau (epilepsi psikomotor),
serangan jatuh tiba-tiba (astasi, akinesi) dan sebagainya. Gambaran lengkap
suatu serangan perlu diketahui agar dapat ditentukan jenisnya, kemungkinan penyebabnya,
dan pengobatannya.
Bagaimana cara terjadinya epilepsi?
Otak
terdiri dari jutaan neuron penghubung yang saling berhubungan.Pada umumnya
hubungan antar neuron terjalin dengan impuls listrik dan dengan bantuan zat
kimia yang secara umum disebut neurotransmitter. Hasil akhir dari hubungan
antar neuron ini tergantung pada fungsi dasar neuron tersebut. Dalam keadaan
normal lalu lintas impuls antar neuron berlangsung dengan cepat, terus-merus
dan lancar. Namun demikian bila saraf bereaksi secara abnormal, akan terjadi
keadaan dimana mekanisme otak yang mengatur proses komunikasi antara saraf dan
otak terganggu. Zat yang diketahui mempengaruhi mekanisme pengaturan ini adalah
glutamat (mendorong kearah aktifitas berlebihan) dan kelompok GABA (=gamma-aminobutyric
acid, bersifat menghambat).
Bagaimana mendiagnosa seseorang apakah terkena epilepsi?
Oleh karena
konsekuensi psikologis dan sosial sangat berat, maka membuat diagnosa epilepsi
dapat menciptakan disabilitas yang lebih besar dari disabilitas akibat gangguan
otak itu sendiri. Karenanya, penting untuk menegakkan diagnosa epilepsi. Meskipun
secara jelas dan pasti serangan atau kejang itu merupakan indikasi episode
epilepsi, namun belum tentu keadaan ini secara tunggal adalah epilepsi. Kejang
epileptik mungkin merupakan respon dari otak terhadap keadaan ‘withdrawal”
putus alkohol atau sedatif, demam tinggi pada anak,kekurangan tidur, trauma
kepala,ini adalah ‘reactive seizure’ (kejang reaktif) dan bukan epilepsy.
Tujuan Terapi
Tujuan Terapi
Tujuan
utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk
pasien,sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun
mental yang dimilikinya. Agar tujuan tercapai diperlukan beberapa upaya antara
lain: menghentikan kejang, mengurangi frekuensi kejang, mencegah timbulnya efek
samping obat anti epilepsi, menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat
epilepsi (Dulac O, Leppik IF 1998).
0 komentar:
Posting Komentar